Ramadhan yang telah meninggalkan kita itu adalah bulan latihan. Dia datang untuk melatih kita agar dapat lebih meningkatkan ketaqwaan dan rasa syukur. Sekarang saatnya kita meraih kemenangan dan kembali kepada kesucian. Hal itu dapat dimanifestasikan dengan ucapan syukur dan bertakbir menyebut Asma Allah.
Satu bulan selama Ramadhan menjadi media bagi kita untuk melatih hawa nafsu, memperluas sabar, dan bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah). Itulah kenapa hari Ied dimaknai sebagai momentum kembali ke fitrah. Kembali kepada kesucian kita.
Kembali ke fitrah bukan berarti dosa-dosa kita yang amat banyak ini terampuni, meskipun tentu kita berkeyakinan dan mengharapkan itu semua pada hari kemenangan ini. Kembali ke fitrah bermakna kembali ke titik nol, titik nol yang memiliki kerinduan terhadap nila-nilai Rabbaniyah. Kerinduan terhadap nilai-nilai Ketuhanan.
Kembali ke fitrah artinya kembali ke awal sebagaimana dijadikannya kita, yaitu makhluk yang condong kepada kebaikan, kepada nilai-nilai kebenaran, walaupun perilaku kita belum baik, namun jauh di lubuk hati terdalam kita tetap merindukan nilai-nilai Rabbaniyah tadi.
Maka apabila kita bicara makna Idul Fitri, betapa ia tak sesederhana membeli baju lebaran, memakan kue, atau menerima uang THR semata. Jauh dan lebih dalam dari itu semua, kita diminta untuk menjauhkan berbagai hal dari diri yang bukan bagian dari fitrah kita sebagai seorang manusia.
Dengan demikian, penting untuk kita renungkan bersama pada momentum Idul Fitri kali ini. Cobalah tanya pada diri kita, apakah kita sudah berbeda dengan diri kita sebelumnya?
Wallahu’alam